24 December 2013

Pencinta Manusia

11 Januari 2008

Aku mencintai kehidupan,
aku mencintai kemanusiaan.

Dan aku pencinta kemanusiawian, pengagum dan pemuja manusia. Seutuhnya dengan segala sifatnya, dengan segala kekayaan jiwanya yang tak terkatakan dan tak terlukiskan. Seluruh kedalaman dan kedangkalannya, keagungan dan kekerdilannya; hatinya, imajinasinya, mimpi-mimpinya. Kedarah-dagingan ini.

Kesenangan, kebahagiaan, kesedihan, kekecewaan, birahi, cinta, hasrat, nafsu, air mata, keegoisan, kepicikan, penolakan, simpati, antipati, kebencian, dendam, kemarahan, murka.



Begitu banyak kemungkinan yang terkandung di dalam tiap potong diri, melampaui dirinya sendiri, melampaui logika yang terukur, melampaui setiap batasan realitas. Begitu cantiknya makhluk ini!

Betapa ia dengan tulus mengasihani seorang hampir mampus yang telah membantai ratusan ribu nyawa, ketika ia akan menjadi begitu murka bila secuil hatinya tersinggung.

Betapa ia di satu waktu akan meledak-ledak dalam kemurkaan bagai gunung berapi, dan di waktu lainnya tertidur pulas penuh kedamaian bagai genangan air sesudah hujan di sore hari.

Betapa ia dapat membuat dunia ini bukan main personal dan subjektif baginya, lalu membuat sepotong paku menjadi sesuatu yang universal dan objektif, untuk kemudian membuat paku yang lain lagi menjadi begitu politis dan mistis.

Betapa ia akan mengorbankan seisi alam semesta demi setetes nafsu dan ambisinya, sementara merelakan diri dengan penuh ikhlas diperkacung oleh sebatang nikotin.

Betapa ia dalam nama cinta akan dengan mudah membinasakan apapun yang dikehendakinya, memporak-porandakan segalanya dalam kebencian dan dendam; agar setelah itu dapat ia nikmati manis dan lembutnya kehidupan dengan damainya di atas bangkai-bangkai kurbannya.

Betapa ia bisa menjadikan sebongkah batu sebagai penentu kehidupan di muka bumi, betapa ia mampu menciptakan keagungan-keagungan yang tak terpikirkan, betapa imajinasinya begitu liar membentang begitu luas hingga relung-relung tergelap di mana ia ciptakan tuhan-tuhannya sendiri.

Betapa ia telah begitu jauh menaklukkan alam, meneteskan keringatnya pada tiap bagian dunia ini, menyingkap rahasia demi rahasia, menjawab pertanyaan demi pertanyaan, hanya untuk kembali pulang lagi dalam kontemplasi, sujud, dan kepasrahannya pada keping demi keping rahasia yang tersisa.

Betapa ia, makhluk yang lemah dan ringkih ini, telah melampaui kebuasan jenis apapun, kekejaman manapun, kebiadaban seisi dunia, kebrutalan ternista, dan menghadirkan neraka-neraka terkeji di seantero jagat; tetapi ia juga yang telah membangun cinta-cinta dari yang paling murahan level sinetron hingga yang tersuci di dalam kemanusiaannya.

Betapa ia, sang darah-daging ini, yang telah membentuk dunia sesuai impian-impian vulgarnya, mengobrak-abriknya sekehendak tetes demi tetes mani, melumatnya dalam kehancuran fatal demi kesenangan-kesenangan cabul; dan betapa hanya ia, makhluk yang miskin ini, yang memiliki kesadaran, harapan, cita-cita, keyakinan, kepercayaan, dan tujuan; yang mampu mengubah kelaknatan jenisnya sendiri.

Betapa ia, dan hanya ia, anak-anak manusia dengan sejarah yang berdarah-darah ini, mampu mengungkap kemanusiaannya, menyadari jenisnya, menciptakan impian-impian bersama, berjanji tentang masa depan yang lebih baik, bekerjasama, mengucap persaudaraan umat manusia.

Betapa! Dia: manusia dengan kemanusiawian seutuhnya, begitu cantik dan mempesona; puncak mahakarya teragung alam kehidupan.

No comments:

Post a Comment

Popular Nonsensical Matters