150 tahun sejak 1864 ketika jalur Kereta Api pertama di Nusantara mulai dibangun, menghubungkan Kemijen dan Tanggung di Jawa Tengah, pada tahun 2014 ini Indonesia melakukan ground breaking proyek jalur Kereta Api Trans Sulawesi pada tanggal 12 Agustus kemarin. Trase pertama seluruhnya berada di provinsi Sulawesi Selatan, menghubungkan kota Makassar dengan Parepare sepanjang 145 kilometer. Proyek ini direncanakan untuk terus dikembangkan hingga mencapai panjang sekitar 2000 kilometer yang menghubungkan seluruh provinsi dan berbagai kota di pulau Sulawesi.
Dari membaca berbagai berita, kabarnya pemerintah memang berniat untuk membangun, melengkapi, dan memperpanjang jalur-jalur kereta api di berbagai tempat di Indonesia. Mulai dari Jawa, Sumatera, Sulawesi, bahkan Kalimantan. Dan memang proyek ini harus diteruskan dan ditingkatkan oleh pemerintahan Jokowi, untuk dikawinkan dengan konsep Tol Lautnya.
Pengembangan moda transportasi kereta api secara nasional ini bahkan mungkin lebih penting daripada pengembangan transportasi udara.
Mengingat kondisi geografis Indonesia, memang dibutuhkan transportasi laut atau udara untuk menjangkau lokasi di seberang lautan. Dan transportasi udara adalah juaranya dalam hal efisiensi waktu, karena hampir tidak dibutuhkan moda transportasi lain lagi kecuali untuk mencapai tujuan dari bandara dan sebaliknya. Tetapi kadang transportasi udara justru terlalu cepat dan to-the-point dalam menjangkau tempat tujuan. Moda transportasi udara seringkali kurang atau sama sekali tidak memberikan sumbangsih untuk daerah-daerah di sekitar kota-kota besar yang memiliki bandara.
Bandingkan dengan kereta: Trase pertama Trans Sulawesi yang cuma memiliki panjang 145 kilometer itu akan melalui 23 stasiun dan 5 kabupaten/kota di sepanjang lintasannya. Artinya akan ada 5 kabupaten/kota yang akan mendapatkan benefit dari 145 kilometer linatasan itu, baik dalam bentuk transportasi manusia, transportasi barang, perdagangan, jasa, dan lain-lain. Proses pertukaran ekonomi akan terjadi bukan hanya antara kedua kota ujung saja, melainkan merembet di sepanjang jalur kereta api.
Menjadi sejalan pula dengan program Jokowi untuk membangun dari desa ke kota, karena desa membutuhkan rel kereta api, bukan pesawat udara. Bayangkan, di setiap satu dari 23 stasiun yang dilintasi akan bermunculan simpul-simpul ekonomi baru, tempat makan, perdagangan, persinggahan, mungkin penginapan-penginapan kecil. Lalu anak-anak petani dari pelosok dusun dari salah satu kabupaten yang dilintasi sekarang akan lebih mudah untuk pergi kuliah ke kota besar. Dan orang-orang kota sebaliknya akan bisa lebih leluasa untuk sedikit menghamburkan uangnya sambil menikmati daerah pedesaan.
Dengan mengembangkan jalur kereta api, ada banyak pula masalah yang bisa teratasi dan hal-hal positif lain yang bisa didapatkan, termasuk membantu mengatasi cerita kemacetan nasional setiap menjelang hari Lebaran. Kota-kota calon metropolis dan megapolis di Indonesia pun bisa menghindarkan diri dari tragedi kontainer-kontainer yang mengantri berjam-jam demi memasukki jalan tol. Dan turis-turis itu, dengan naik kereta mereka lebih bisa melihat Indonesia seutuhnya, jangan hanya lihat bandara, kamar hotel, dan kolam renang saja; lihatlah desa-desa kita, perkebunan, persawahan, industri tepi kota, sungai, ngarai, pegunungan.
Oleh karena itu urusan perkeretaapian ini sudah semestinya digenjot sekuat tenaga oleh negara, setidaknya tidak boleh kalah dibandingkan dengan transportasi udara dan transportasi darat konvensional.
Kalau perlu, saya pikir negara cukup mendorong transportasi udara mancanegara saja. Tujuannya supaya warga Indonesia lebih melek internasional dan warga internasional lebih melek Indonesia. Sementara transportasi udara dalam negeri, kecuali untuk daerah-daerah penting, strategis, atau rintisan; ada baiknya biar swasta saja yang urus. Di dalam negeri negara sebaik-baiknya mengurus jalur kereta api dan laut. Kawinkan keduanya, sehingga pergerakan manusia dan barang tidak terputus; dari pelabuhan, langsung masuk kereta, lalu mencapai kota tujuan. Dari kota asal, masuk kereta, sampai di pelabuhan, lalu langsung melaut.
Akhirnya, kata Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono bagaimanapun mesti dipinjam: "RAILVOLUTION" Indonesia. Karena masa depan Indonesia ada di jalur besi dan air asin.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Popular Nonsensical Matters
-
Di Indonesia, khususnya di Jakarta dan wilayah sekitarnya, orang tergila-gila pada kepemilikan privat atas ruang, atau properti privat dal...
-
I've many times visited Borobudur Temple but not Prambanan Temple, though they are both located at Jogjakarta area. It might be because...
-
Kapitalisme di abad ke-19 berbeda dengan Kapitalisme hari ini di abad ke-21. Di masa lampau kepemilikan akan kapital, modal dan alat produ...
-
Sudah jamak diketahui bahwa lingkungan terbangun dan infrastruktur adalah salah satu sarana untuk melakukan eksploitasi dan ekstraksi Sumber...
-
There was this short article: Overpopulation – The Root Cause of Our Problems – Why Is It a Taboo Topic? Overpopulation is not a t...
-
Ada banyak macam pencurian, dari sandal jepit di depan Masjid, barang berharga, perhiasan, hingga dana kampanye, uang proyek negara, dan jat...
-
Tanggal 25 Juni sampai 7 Juli 2013 saya mengikuti Jakarta Vertical Kampung di Erasmus Huis. Diinisiasi oleh SHAU dan didukung oleh Vidour s...
-
Hidden beneath the rocks and behind the thickness of the leaves and roots, the Water Spring asked, "Who am I?" The Earth replied, ...
-
05 Januari 2005 Ia, orang tua itu selalu duduk di sana. Di depan pos jaga petugas keamanan, di atas sebuah kursi di samping sebuah pohon...
-
In The Batavia Series we will use historical maps to explore the spatial developments of Indonesian capital, Jakarta, from its founding ...
No comments:
Post a Comment